Misa Kunjungan Apostolik Paus Fransiskus 2024 di Indonesia - Tidak Pernah Menyangka Bisa Mengikuti Misa Kudus Bersama Paus Di Indonesia. Kamis, 5 September 2024 menjadi momen yang pastinya tidak akan saya lupakan bisa mendapat kesempatan itu. Dan juga menjadi kado spesial untuk ulang tahun pernikahan saya dan Arin di tahun ke-10 ini.
Saya sendiri lupa kapan pertama kali mendapat informasi bahwa Paus Fransiskusi akan berkunjung ke Indonesia. Tentu saja saya dan Arin langsung berkeinginan mengikuti misa tersebut. Kesempatan yang jarang terjadi dan mungkin langka juga.
Terakhir kunjungan Paus adalah di tahun 1989 waktu Paus Yohanes Paulus II berkunjung ke Indonesia. Sepertinya usia saya belum genap 5 tahun waktu itu.
Namun, setelah mendapat info bahwa peserta Misa Kudus bersama Paus Fransiskus 2024 ini dikoordinir melalui Paroki dengan jumlah yang terbatas, saya dan Arin pasrah. Sepertinya tidak bakal dapat jatah. Apalagi paroki kami hanya mendapat jatah 28 orang perwakilan saja.
Ya sudah, niat kami ikut Misa tersebut mulai kendor.
Namun, keinginan dan harapan tetap ada.
Tiba-tiba dapat 1 tiket dan ...
Akhirnya waktu pendaftaran mulai dibuka di setiap paroki, termasuk juga di paroki kami. Jatah pertama dibuka kesempatan untuk pengurus alias dewan harian. Pun jumlahnya terbatas hanya 8 tiket, tidak bisa mengakomodir seluruh pengurus.
Sejak hari pertama daftar peserta dibuka melalui Grup WhatsApp beberapa orang langsung mengisi. Saya tidak, karena pastinya hanya bisa sendiri, karena Arin bukan pengurus.
Namun, beberapa hari berikutnya saya dijapri salah satu pengurus, intinya diminta ikut, karena mayoritas yang sudah mendaftar adalah perempuan. Pengurus sendiri pastinya akan sebagai panitia, butuh personli laik-laki yang bisa untuk angkat-angkat dan disuruh-suruh ini itu, pokoknya jadi seksi sibuklah, hahaha.
Akhirnya saya mengisi, namun dengan 1 pesan kepada koordinator pendaftaran. Jika, nantinya ada sisa 1 tiket, saya bilang kalau istri saya berminat ikut.
"Kontingen" Paroki Minomartani
Kami berangkat menggunakan bus, start dari Pasturan Minomartani sekitar pukul 17.00 WIB, satu hari sebelum Misa Kudus diselenggarakan.
Dan sepanjang perjalanan, tontonan kami adalah Live Streaming agenda Paus di Indonesia sebelum Misa Kudus di tanggal 5 September 2024.
Sebelum Misa Kudus berlangsung, Paus Fransiskus sudah ada agenda lain dengan berbagai komunitas dan pihak terkait selama kunjungannya di Indonesia.
Di Jakarta kami transit dan menumpang istirahat sejenak di Kompleks Sekolah Santa Ursula, Jakarta. Waktu itu kami tiba di sana sekitar pukul 03:58 WIB. Cukuplah waktu untuk rebahan tidur sejenak untuk melepas lelah dan pegal-pegal setelah perjalanan menggunakan bus dari Jogja sampai ke kompleks ini.
Tempat tidur rombongan kami dipisah antara Pria dan Wanita. Pria berada di depan, dekat TK atau Taman bermain ya (mungkin) karena di dekat kamar kami ada tempat bermain dan kolam renang anak.
Sedangkan untuk kamar wanita ada di bagian lebih dalam lagi, dekat dengan asrama (kata salah seorang rombongan kami).
Pada pagi harinya karena lokasi transit kami dekat dengan kompleks Masjid Istiqlal dan Katedral Jakarta, kami coba ikut melihat hadirnya Paus Fransiskus melakukan kunjungan ke Terowongan Silaturahmi.
Terowongan Silaturahmi adalah sebuah terowongan yang menghubungkan Masjid Istiqlal dan Katedral Jakarta yang lokasinya hanya dipisahkan oleh Jalan Katedral.
Persiapan Mengikuti Misa Kudus
Selanjutnya kami kembali lagi ke Kompleks Sekolah Santa Ursula untuk persiapan "check out". Karena ada himbauan bahwa Drop Off peserta misa sudah bisa dilakukan mulai pukul 12.00 dan sudah diatur jadwalnya per Paroki dari seluruh yang akan ikut serta.
-----
Terjemahan Homili Paus Fransiskus di Jakarta.
Perjumpaan dengan Yesus mengundang kita untuk menghidupi dua sikap mendasar yang memampukan kita menjadi murid-murid-Nya: yaitu mendengarkan sabda dan menghidupi sabda.
Pertama, mendengar sabda, karena semua hal berasal dari mendengarkan, dari membuka diri kita kepada-Nya, dari menyambut anugerah berharga dari persahabatan dengan-Nya.
Lalu, penting untuk menghidupi sabda yang telah kita terima, bukan sekadar menjadi pendengar yang sia-sia dan menipu diri kita sendiri (Yak 1:22); untuk tidak mengambil risiko sekadar mendengar dengan telinga tanpa membuat sabda itu masuk ke dalam hati dan mengubah cara pikir kita, cara merasa, dan bertindak.
Sabda yang dianugerahkan, dan yang kita dengar, butuh untuk menjadi kehidupan untuk mengubah kehidupan, untuk berinkarnasi di dalam hidup kita.
Kedua sikap dasar inilah: mendengar sabda dan menghidupi sabda yang dapat kita renungkan dalam Injil Injil yang baru saja diwartakan.
Pertama, mendengarkan sabda. Penginjil bercerita bahwa banyak orang mengerumuni Yesus dan "hendak mendengarkan sabda Allah" (Luk 5:1).
Mereka mencari Dia, mereka lapar dan haus akan sabda Tuhan dan mereka mendengarnya bergema dalam sabda Yesus. Nah, adegan ini, yang diulang berkali-kali dalam Injil, memberitahu kita bahwa hati manusia selalu mencari kebenaran yang dapat memenuhi dan memuaskan hasratnya akan kebahagiaan; yang tidak dapat memuaskan kita hanya oleh sabda manusia, oleh kriteria-kriteria dunia ini dan oleh penilaian-penilaian duniawi.
Kita selalu membutuhkan sebuah terang yang datang dari atas untuk menyinari langkah-langkah kita; akan air kehidupan yang memuaskan dahaga padang gurun jiwa, akan sebuah penghiburan yang tidak mengecewakan karena ia berasal dari surga dan bukan dari hal-hal fana dunia ini.
Di tengah kekacauan dan kefanaan kata-kata manusia, ada kebutuhan akan sabda Allah, satu-satunya kompas bagi perjalanan kita, yang di tengah begitu banyaknya luka dan kehilangan, mampu menuntun kita menuju arti kehidupan sejati.
Saudara dan saudari, janganlah kita lupa hal ini: tugas pertama seorang murid bukanlah mengenakan jubah kerohanian yang sempurna secara luar, atau melakukan hal-hal luar biasa atau mengerjakan usaha-usaha besar.
Sebaliknya, langkah pertama terdiri dari tahu menempatkan diri di dalam mendengar satu-satunya sabda yang menyelamatkan, yaitu sabda Yesus. Seperti yang kita lihat dalam episode Injil, ketika Sang Guru menaiki perahu Petrus untuk sedikit menjauhkan diri dari danau dan dengan demikian bisa berkhotbah dengan lebih bagus kepada orang banyak (bdk. Luk 5:3). Hidup iman kita berawal ketika kita menerima Yesus dengan rendah hati di atas perahu kehidupan kita, menyediakan ruang untuk-Nya, dan menempatkan diri dalam mendengarkan sabda-Nya dan dari situ kita berefleksi, diguncangkan, dan berubah.
Pada saat yang sama, sabda Tuhan menuntut untuk berinkarnasi secara nyata dalam diri kita: oleh karena itu, kita dipanggil untuk menghidupi sabda. Sejatinya, setelah selesai berkhotbah kepada orang banyak dari atas perahu, Yesus berpaling kepada Petrus dan menantangnya untuk mengambil risiko dengan bertaruh pada sabda ini: "Bertolaklah ke tempat yang dalam dan tebarkanlah jalamu untuk menangkap ikan" (ay. 4). Sabda Tuhan tidak hanya tetap tinggal sebagai gagasan abstrak yang indah atau hanya membangkitkan emosi sesaat. Sabda Tuhan menuntut perubahan cara pandang kita, membiarkan kita mengubah hati menjadi hati Kristus; Ia memanggil kita untuk berani menebarkan jala Injil ke lautan dunia, "berlari dengan risiko menghidupi kasih yang telah la ajarkan kepada kita dan yang telah la hidupi terdahulu.
Juga kepada kita, Tuhan, dengan kekuatan yang membakar dari sabda- Nya, mengundang kita untuk membuka jalan kehidupan, untuk melepaskan diri dari pantai-pantai mandek kebiasaan-kebiasaan buruk, dari rasa takut dan suam-suam kuku, serta berani untuk menjalani kehidupan baru. Tentu saja, selalu akan ada kesulitan-kesulitan dan alasan-alasan untuk mengatakan tidak. Tetapi, marilah kita melihat sekali lagi sikap Petrus: datang dari satu malam yang sulit ketika la tidak menangkap apa-apa, lelah dan kecewa, tetapi, daripada tinggal seolah-olah dilumpuhkan di dalam rasa hampa atau terhalang oleh kegagalannya sendiri, ia berkata: "Guru, telah sepanjang malam kami bekerja keras dan kami tidak menangkap apa-apa. Tetapi atas perintah-Mu aku akan menebarkan jala juga" (ay. 5). Atas perintah-Mu aku akan menebarkan jala juga. Kemudian, sesuatu yang mengejutkan terjadi, yakni mukjizat penuhnya perahu dengan ikan sampai hampir tenggelam (bdk. ay. 7).
Saudara dan saudari, dalam menghadapi berbagai tugas hidup sehari-hari, menghadapi panggilan yang kita semua rasakan untuk membangun masyarakat yang lebih adil, untuk melangkah maju di jalan perdamaian dan dialog, yang telah lama dipetakan di Indonesia, kita kadang-kadang merasa tidak mampu, merasakan beratnya komitmen yang begitu besar yang tidak selalu membuahkan hasil yang diharapkan, atau kesalahan-kesalahan kita yang tampaknya menghambat perjalanan hidup kita. Namun, dengan kerendahan hati dan iman yang sama seperti Petrus, kita juga diminta untuk tidak tetap menjadi tawanan kegagalan kita, dan alih-alih tetap menatap jala kita yang kosong, untuk memandang Yesus dan percaya kepada-Nya. Kita selalu dapat mengambil risiko untuk bertolak ke tempat yang dalam dan menebarkan jala lagi, bahkan ketika kita telah melewati malam kegagalan, masa kekecewaan di mana kita tidak menangkap apa pun.
Santa Teresa dari Kalkuta, yang peringatannya kita rayakan hari ini, yang tanpa lelah peduli pada orang-orang termiskin dan memajukan perdamaian dan dialog, pernah berkata: "Ketika kita tidak memiliki apa pun untuk diberikan, hendaklah kita memberikan ketiadaan itu. Dan ingatlah, bahkan ketika kamu tidak menuai apa-apa, jangan pernah lelah menabur".
Saudara dan saudari, saya juga hendak berkata kepada Anda, kepada bangsa ini, kepada nusantara yang mengagumkan dan beranekaragam ini: janganlah lelah berlayar dan menebarkan jalamu, janganlah lelah bermimpi dan membangun lagi sebuah peradaban perdamaian! Beranilah selalu untuk mengimpikan persaudaraan!
Dengan dibimbing oleh sabda Tuhan, saya mendorong Anda semua untuk menaburkan kasih, dengan penuh keyakinan menempuh jalan dialog, terus memperlihatkan kebaikan budi dan hati dengan senyum khas yang membedakan Anda untuk menjadi pembangun persatuan dan perdamaian. Dengan demikian, Anda akan menyebarkan aroma harapan di sekeliling Anda. Ini adalah keinginan yang diungkapkan baru-baru ini oleh Uskup-Uskup Indonesia dan saya juga ingin untuk melibatkan seluruh umat Indonesia: berjalanlah bersama untuk kebaikan Gereja dan masyarakat! Jadilah pembangun harapan, pengharapan Injil, yang tidak mengecewakan (bdk. Rm 5:5) melainkan membuka kita menuju sukacita tanpa akhir.